Tak banyak yang tahu kalau Solo juga memiliki makanan khas berupa Sate Buntel. Sate unik ini terbuat dari cincangan daging kambing berbalut lemak tipis yang langsung melumer saat dibakar. Lemaknya meresap hingga ke daging membuat rasanya hmm... empuk-empuk gurih yang semakin dahsyat saat dicocol sambal kecap rawit!
Sebelumnya saya hanya mendengar tentang kedahsyatan rasa sate buntel. Maklum sate khas Solo ini meski cukup populer di kota asalnya namun tak begitu banyak penjualnya di Jakarta. Maka saat pergi ke Solo beberapa waktu lalu, saya pun tidak membuang kesempatan mencicipi sate yang terbuat dari kambing muda cincang ini.
Malam itu hujan cukup deras mengguyur kota Solo. Namun tak menyurutkan niat saya yang segera menuju ke Jl. Sutan Syahrir dimana sate buntel paling kondang di Solo yaitu Tambak Segaran berada. Hujan deras membuat pandangan sempat terhalang, sehingga rumah makan yang berdiri sejak 1948 tersebut sempat meleset dari pandangan.
Tampilan rumah makan ini sesederhana menu-menu yang ditawarkannya. Untuk menu utama ada sate buntel, sate daging kambing/ati, gule dan tongseng. Sedangkan minuman yang ditawarkan juga standar ada es teh manis/hangat dan es jeruk. Sayapun segera memesan seporsi sate buntel, gule daging campur, dan es teh manis.
Es teh manis yang disajikan sempat membuat mata saya terbelalak. Pasalnya es teh tersebut disajikan dalam gelas gendut berukuran jumbo. Wah... pokoknya dijamin gak perlu nambah minum! Sedangkan untuk sate buntel sedang dipersiapkan untuk dibakar.
Sate dari Solo ini memang memiliki keunikan rasa dan penampilan. Konon sate buntel Solo dipengaruhi oleh kuliner Arab. Bahan utama sate buntel berupa daging kambing yang dicincang dengan racikan bumbu sederhana seperti bawang dan merica. Kemudian daging dibuat bulatan panjang dan dibuntel (dibungkus) lemak kambing yang tipis.
Tempat membakar sate sengaja ditempatkan di bagian depan restoran, sehingga saat membakar sate asapnya tidak mengganggu pengunjung yang sedang bersantap. Sate yang terbungkus lemak langsung membuat api berkobar menjilat-jilat sate hingga lemak-lemak melumer dan meresap ke dalam daging. Tampilan lemak yang bergumpal langsung lenyap dan sate yang awalnya terlihat besar menjadi lebih kecil. Itulah yang membuat sate ini terasa gurih enak!
Proses pembakaran ini tentunya membutuhkan waktu lebih lama dari sate biasa. Setelah semua lemak melumer tandanya sate pun sudah siap untuk dihidangkan. Eits, ternyata dugaan saya salah. Setelah sate dikeluarkan dari lidinya dan dibelah dua, sate pun dikabar kembali untuk kedua kalinya. Ini untuk mencegah lemak bergumpal di dalam daging. Wah wah... selagi dibakar saja baunya sudah menusuk-nusuk hidung apalagi saat disantap.
Seporsi sate buntel hanya berisi dua buah sate yang berukuran besar. Ukurannya yang cukup besar membuat seporsi sate buntel bisa dinikmati untuk dua orang. Sentuhan akhir sate buntel ini adalah kucuran kecap manis yang sedikit encer, irisan bawang merah, timun, dan sambal.
Sate buntel paling enak disantap sesaat setelah disajikan. Kondisi sate yang masih panas membuat daging yang menyatu dengan lemak menciptakan sensasi gurih yang tiada tara. Dagingnya terasa juicy, hmm... ketika menyentuh lidah serasa melumer di mulut! Gurihnya daging ini berpadu serasi dengan rasa manis pedas sambal kecap. Nyam... nyam uenak tenan!
Untuk gule daging kambing disajikan dalam mangkuk transparan. Kuahnya berwarna kecokelatan tidak begitu kental, saat dihirup hmm... hangat dengan sensasi semburat manis. Namun isian tulang iga yang diselimuti daging tipis terasa empuk dan mudah saat dikelupas dari tulang.
Kenikmatan sate buntel ini kami tebus seharga Rp 27.500,00 dan Rp 17.500 untuk gule daging campur. Dalam hati saya pun berjanji jika berkunjung ke Solo, akan kembali menikmati sate buntel yang lezat ini. (detikfood)
Lihat juga : dim sum, sour sally
Tidak ada komentar:
Posting Komentar